Tepatnya sebelah selatan dari arah
Surade merupakan tempat pariwisata yang berada di Kecamatan Surade.
Pantainya subur dengan rumput laut yang melimpah sehingga bisa
memberikan penghidupan bagi masyarakat sekitar. Selain itu pantai
Minajaya kaya akan ikan laut.
Pantai Minajaya merupakan tempat rekreasi warga masyarakat Surade dan
sekitarnya bahkan dari luar kota Sukabumi maupun mancanegara. Pantainya
indah dan rindang dengan tumbuhnya pepohonan di pinggir pantai.
Panoramanya sangat indah sekali terutama pada saat sore hari. Kita bisa
melihat Sunset yang menghias pantai minajaya. Semilir angin pantai
begitu nikmat, hingga kalau kita duduk di tenda-tenda yang tersedia
tanpa terasa sering tertidur lelap. Pesisir pantainya memang hampar,
ombaknya tidak besar sehingga anak-anak kecil dengan bebas bisa mandi
sepuas-puasnya tanpa ada rasa kekhawatiran. Di sana terdapat mata air.
Masyarakatnya begitu bersahabat. Kita bisa memesan nasi dan ikan bakar
dengan harga yang sangat murah.
Pantai Minajaya semula bernama Pantai Kutamara. Sejak tahun 1964 berubah
menjadi Pantai Minajaya yang diberikan oleh sebuah pasukan pramuka.
Adapun sejarahnya sebagai berikut :
Tanggal 12 April 1964 warga masyarakat pantai Kutamara dikejutkan dengan
kedatangan sebuah kapal besar yang menyeruak ombak pantai menuju ke
pesisir. Suara pluit panjang tiada henti-hentinya berbunyi. Menambah
ketakutan masyarakat yang ada di sana saat itu. Apalagi setelah kapal
merapat ke pantai yang disusul dengan turunnya para awak kapal yang
membawa jangkar. Masyarakat yang ada di pantai Kutamara kocar kacir
mencari perlindungan. Mereka menyangka bahwa kapal itu kapal perang
Malaysia yang sengaja menyerang dari arah selatan. Berita itu langsung
tersebar ke seluruh wilayah Surade, Ciracap dan Jampangkulon.
Mendengar kejadian itu kepala Desa Pasiripis Bapak Yahya Cholil
melaporkan kedatangan kapal tersebut ke kantor kecamatan, Polisi dan
BODM (sekarang Koramil). Semua instansi dan lembaga disibukkan atas
kejadian itu. Terutama BODM sebagai Tentara Darat yang harus siap setiap
saat mempertaruhkan harta dan nyawa demi negara Indonesia.
Pemerintah Kecamatan Ciracap yang saat itu pemerintahannya dijabat oleh
Bapak Adeng segera melaporkan kejadian tersebut kepada Bupati Sukabumi,
Bapak Kudi. Pada saat itu kantor pemerintahan kecamatan Ciracap berada
di Surade tepatnya di prapatan arah Lapang Lodaya Setra (sekarang
Bunderan Surade) dekat Mesjid kaum Al-Jalil. Para upas dan para pemimpin
disemua tingkatan berusaha menenangkan rakyat. Sedangkan Juru
Penerangan Bapak Jahid, menyarankan agar setiap mesjid mengadakan doa
bersama supaya masyarakat Surade selamat dan selalu hati-hati terhadap
serangan Malaysia.
Begitu juga dengan kepolisian Sektor Ciracap yang dikomando oleh Bapak
Juhro bersiap siaga dan segera melaporkan hal tersebut ke Kapolres
Sukabumi. Tidak hanya itu semua guru pun berkumpul untuk ikut menjaga
stabilitas keamanan, karena takut terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
Di bawah komando Bapak Saleh Somapraja mereka bertindak. Begitu juga
dengan TNI-AURI dengan PGT (Pasukan Gerak Tjepat) nya di bawah komando
Bapak AULADI siap siaga untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi.
Semua masyarakat Surade menyangka bahwa kapal tersebut kapal musuh dari
Malaysia. Semua warga siap siaga dengan segala macam peralatan yang ada.
Mulai dari para pemuda, orang tua bahkan pejuang veteran siap bertempur
melawan Malaysia. Karena pada saat itu sedang terjadi konfrontasi
antara negara Indonesia dengan negara Malaysia memperebutkan Irian Jaya
dari tangan Belanda.
Berkat kesigapan dan kerja keras pasukan TNI-AU dan TNI-AD (BODM) dapat
diketahui bahwa kapal yang datang tersebut kapal ikan yang kehabisan
bahan bakar di tengah laut sehingga terombang-ambing dan terdampar ke
pesisir pantai Kutamara.
Tiga hari kemudian setelah pemberitahuan dari pemerintah setempat,
masyarakat Surade dan sekitarnya datang ke pantai Kutamara untuk
menyaksikan sendiri kapal tersebut. Ternyata benar kapal tersebut
terdampar pada sebuah karang kurang lebih 300 meter dari pesisir pantai.
Pada badan kapal tertulis Minajaya 2. Sehingga tanpa disadari dan
peresmian yang syah dari pemerintah pengakuan Minajaya bagi pantai
Kutamara terjadi akibat sering terucap dan teringat nama Minajaya.
Seminggu kemudian, tepatnya hari Minggu, 19 April 1964, guru, murid
bersama rombongan Gerakan Kepanduan (Gerakan Pramuka) datang ke pantai
Kutamara untuk melihat kapal yang karam tersebut. Gerakan Pramuka
dibawah pimpinan Bapak Munadi, kemudian menulis pada papan kayu dengan
menggunakan cat meni berwarna merah. Di samping papan kayu tersebut
ditanam 3 (tiga) macam kelapa, yaitu kelapa hijau, kelapa merah dan
kelapa gading (putih kekuning-kuningan). Tulisan tersebut berbunyi :
Dengan karamnya kapal Minjaya tanggal 12 April 1964
di pesisir pantai ini,
maka sejak peristiwa itu kami abadikan kau
di pantai ini dengan nama
"PANTAI MINJAYA"
Kapal Minajaya yang terdampar di pantai Kutamara tidak bisa bertahan
lama karena semua isi dan peralatan penting segera diamankan dan
langsung diangkat ke Jakarta untuk dikembalikan pada empunya. Sedangkan
jasad kapal tersebut oleh masyarakat dibiarkan bahkan sampai lenyapnya
pun tidak ada yang bertanggung jawab atasnya. Sampai sekarang pantai
Minajaya menjadi tempat yang mengesankan bagi masyarakat.
Sumber: http://baladaka.org/sejarah-wisata/41-sasakala-pantai-minajaya.html
1 komentar:
boleh tuh mas kapan - kapan maen kesana
Posting Komentar
Berkomentar dengan sopan dan bijaksana